Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan mewacanakan membuat peraturan daerah (qanun) tentang larangan menangkap burung murai batu, atau dalam bahasa Aceh disebut burung cempala kuneng.
Soalnya, akibat belum adanya aturan hukum soal penangkapan jenis burung tersebut, membuat oknum-oknum tertentu leluasa menangkap burung bersuara merdu itu di sejumlah kawasan pegunungan di Aceh Selatan.
“Akibat terlalu bebasnya pihak tertentu menangkap burung cempala kuneng, populasinya saat ini semakin berkurang.
Kondisi itulah yang ditengarai sebagai penyebab ribuan hektare tanaman pala mati karena tidak ada lagi burung sebagai pemagsa hama ulat penggerek batang pala,” kata Bupati Aceh Selatan, HT Sama Indra SH kepada wartawan di Tapaktuan, Minggu (9/6).
Padahal, sambungnya, jika populasi burung itu masih banyak di pegunungan Aceh Selatan, diyakini burung itulah yang akan menjadi pemangsa hama penggerek batang tadi, sehingga pohon pala di daerah tersebut lestari.
“Pembuatan qanun itu nanti bertujuan sebagai regulasi atau payung hukum, sehingga siapapun yang menangkap, menyelundupkan atau memelihara burung murai batu atau cempala kuneng di wilayah Aceh Selatan, akan dikenai sanksi pidana,” cetusnya.
Diakui, burung murai batu terus diburu karena memiliki nilai komersial yang tinggi, sebab berciri khas suara yang merdu. Jika ini terus dibiarkan, maka burung jenis itu nantinya punah dari Aceh Selatan.
“Sekarang sudah sangat jarang kita dengar suara kicauan burung cempala kuneng di sini, karena populasinya sudah sangat langka,” pungkas Sama Indra. (ck 04)